
Bagus sekali falsafah tersebut sekiranya dapat kita 'bumikan' di tengah-tengah masyarakat kita. Dan alangkah lebih bagus lagi seandainya 'tekad seperti itu' tumbuh dan berkembang murni dari bawah "buttom up" sehingga antara gaung bahana dan kenyataannya menjadi lebih sama nyaringnya, lebih cepat terlihat hasilnya. Karena apabila sesuatu pure dari bawah maka pemerintah dan penyelenggara pendidikan tinggal memainkan peran sebagai direjen saja lagi tidak perlu mengambil peran sebagai penyanyi dan sekaligus merangkap sebagai pemain orkestra. Repot jadinya.
Sebagai contoh, program tuntas wajar sembilan tahun, karena itu tidak lahir sebagai tekad warga bangsa maka beban pemerintah guna mengejar ketuntasan tersebut lebih berat.
Yang mengharapkan supaya seluruh anak bangsa berpendidikan minimal jenjang menengah pertama atau madrasah tsanawiyah, kesan yang muncul hanya di sisi pemerintah saja sementara di masyarakat terlihat adem. Padahal seharusnya masyarakat yang sangat berkepentingan untuk menyekolahkan anaknya. Inilah typikal masyarakat kita yang harus kita ubah cara berpikirnya. Dan perubahan karakter serta budaya yang mohon maaf terkesan 'pasif' ini tentu tidak mudah dan tidak mungkin hanya dilakukan oleh pemerintah semata. Haruslah pula dibutuhkan keterlibatan setiap elemen anak bangsa di dalam mendorong, menggerakkan, memotivasi, mamacu semangat ingin maju tiap individu masyarakat kita.
Kita kubur kebiasaan yang selalu menunggu komando dari atas membuktikan kita ini manusia yang punya hasrat, punya tekad, punya prinsif, punya falsafah, punya motivasi, punya kemauan, punya nalar, karena kita bukan robot, dan memang sekali lagi bukan robot.
Andaikan 80% saja dari total masyarakat kita memiliki tekad yang sungguh-sungguh sebagaimana pemeo atau slogan, atau jargon, atau falsafah seperti di atas yang tertanam kuat di hati, tentu akan turut pula mengubah wajah pendidikan kita.