Departemen Pendidikan Nasional ke depannya dalam menyikapi angka pengangguran yang tinggi di Indonesia serta kuatnya desakan dan tuntutan dari kalangan pemerhati pendidikan dan masyarakat luas agar jenjang pendidikan menengah (SMA, MA, SMK dan yang sederajat) diharapkan mampu membekali keterampilan nyata (life skill) kepada para siswa-siswinya.
Dengan begitu maka disaat mereka kembali membaur di lingkungan masyarakat selaku warga bangsa setamat mereka dari sekolah, diharapkan sudah mempunyai keterampilan dan siap untuk memasuki lapangan kerja dengan bekal keterampilan yang dimiliki.
Oleh karena itulah, Depdiknas sudah mewacanakan untuk membuat perbandingan 40% - 60% antara jumlah SMA dan SMK. Secara teknis, apakah nantinya USB SMK yang diperbanyak atau bisa juga dengan pengubahan status beberapa SMA yang sudah ada, diubah menjadi SMK.
Hanya saja, kalau pemikiran dan pendapat kita di daerah sesungguhnya konsep seperti itu memang bagus, namun konsekuensinya apabila kita memperbanyak jumlah SMK maka ada beberapa hal yang dirasa agak sulit untuk direalisasikan di daerah.
Antara lain :
1. Biaya operasional SMK sangat tinggi, (1 buah SMK berbanding dengan 4 buah SMA ) Hal ini tentu akan membebani anggaran kabupaten/kota.
2. Kebanyakan tenaga guru yang ada adalah guru dengan kualifikasi umum, buka guru dengan kualifikasi khusus. Sehingga bagi daerah akan kesulitan mendapatkan tenaga sebagaimana kriteria untuk ketenagaan SMK. Kalau pun itu harus kita paksakan maka hampir tidak berbeda dengan model dan metode pembelajaran di SMA.
3. Di beberapa daerah sudah banyak SMK yang ditutup, malah diubah statusnya menjadi SMA.
Untuk itu, harapan kita, sebelum kebijakan dimaksud benar-benar direalisasikan maka diperlukan pengkajian lebih mendalan dari berbagai aspek.